Kata adek aku, aku itu penyembah kucing, ga sih, aku ga se murtad dan se gila itu. Cuma satu Tuhan yang aku yakin ada, yang aku takuti sekaligus yang aku ogah2an ngejalanin perintahnya. Trus kucing? Aku cuma suka obsesif dengan kucing, aku bisa ngomong, ngakak, tidur, nyusun skripsi, diskusi, makan apalah kecuali buang hajat mungkin ditemenin kucing. Entah kenapa makhluk belagu, sok imut, sok akrab, egois, ga suka air itu bisa ngebuat aku tunduk dan ngelakuin hal ga mungkin. Aku pernah muterin rumah keliling kampung tengah malem, nangis kayak orang gila, bangun pagi di hari minggu, manjat genteng, dan ke pasar tradisional (hal yang ga banyak dilakuin cewek single di kota metropolitan), sampe aku kenal pedagangnya, sampe mereka hapal jadwal aku.
Jadi kucing bisa memutar balikan sifat aku yang kayak mereka males dan ga suka air, jadi rajin demi kesejahteraan hidup mereka. Almarhum nama pernah bilang andai aku serajin itu ngebersihin rumah serajin aku ngebersihin kandang kucing. Yup, aku pikir aku aneh, tapi ternyata banyak yang kayak aku, walau aku tetep berasumsi kalo aku lebih istimewa (dalam hal yg aneh). Dan mereka (suka) aku jadi alasan tiap kali aku disuruh move on, pindah, melangkah lagi, lanjutin hidup atau apalah itu, soalnya aku ga bisa bayangin hidup di luar apa yang aku lakui selama ini, termasuk kebersamaan aku dengan kucing peliharaan (note aku cuma care dengan kucing yang aku sayang).
Koko, bonnie, dan sekarang eranya jammie, lebih susah ditebak, lebih nyebelin, lebih lucu dan terakhir lebih mahal. Dia kucing terganteng yang aku punya, teramah tersombong, dan ter2 lainnya. Apa karena untuk pertama kalinya aku pelihara bukan kucing kampung??? Jadi ada benturan budaya diantara kami??? Entahlah.
Tapi pastinya diantara kegetiran hidup dan ketidak jelasan tujuan, kucing adalah satu makhluk yang asik untuk diajak curhat.
Minggu, 30 November 2014
Kucing
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar