Keinget pas jaman kuliah, berada diantara manusia-manusia cerdas yang ngelahap pelajaran kalkulus dan mekanika kayak makan krupuk. Sementara aku sendiri mati-matian mencerna segigit demi segigit saking alotnya. Kuliah teknik itu pake otak dan logika, yang susahnya ampun-ampunan padahal udah usaha setengah hidup.
Ada sebagian yang bisa bahasa pemrograman dan biasa ngotak-ngatik komputer yang ngebuat aku takjub.
Cuma Tuhan yang tau seberapa jauh aku berusaha dan berdo'a supaya ga kalah dari mereka, berusaha untuk sepintar dan secerdas mereka. Cuma Tuhan yang tau...
Di titik ini, di dunia kerja ga ada rumus kalkulus atau mekanika yang harus aku kerjain, aku lupa gimana cara ngebuat bahasa pemrograman yang paling sederhana dengan software yang aku lupa namanya. Dan aku ternyata cukup dengan bekal pemahaman dasar exel dan word.
Seneng ga??? Nope, i hate it. Aku bersyukur Tuhan kasih begitu banyak kemudahan buat aku. Tuhan kasih tantangan dalam bentuk baru yang ngebuat aku terus maju dan terpacu. Mungkin aku sedikit lebih paham, mungkin aku sedikit lebih bisa. Tapi cuma sedikit dan aku benci itu. Aku mau lebih, teringat dengan salah satu komentar temen lama yang aku lupa namanya kalau aku itu "ambisius", do i??
Aku pikir sih ga, aku cuma terkadang tiba-tiba kompetitif dan ga mau ngalah, jangan bayangin aku selalu ada di peringkat pertama. Salah, aku malah selalu ada di peringkat bawah yang ngebuat aku semakin marah. Marah dengan kemampuan aku yang cuma pas-pasan, kesal dengan pengetahuan aku yang ga menyeluruh dan hanya seadanya. Kecewa dengan pemahaman aku yang dibawah standar.
Aku benci ketika berada di peringkat kesekian, aku benci ketika ada yang lebih paham dan lancar sementara aku masih mengeja huruf demi huruf. Aku mau lebih untuk segalanya.
Jadi apa masalahnya? Dunia kerja yang terasa nyaman dan aman terasa kayak beruang yang lagi hibernasi, aman untuk sekarang ga tau kedepannya. Aku benci karena aku sadar pencapaian apa yang sudah diraih teman seangkatan di SMA atau universitas. Aku benci karena aku sadar cakrawala yang mereka hadapi lebih luas, pengetahuan yang mereka dapat lebih dalam, dan jangkauan pencapaian mereka lebih tinggi. Sementara di tempat nyaman ini, waktu berjalan begitu lambat, hampir ga ada perubahan yang signifikan. Ga ada yang bersaing berdasarkan kemampuan, ga ada yang berusaha keras untuk meningkatkan pengetahuan, semuanya cukup dengan apa adanya, cukup dengan pengetahuan minimal, cukup yang bagi aku ga cukup. Aku mau lebih, dan aku benci itu!
Aku mau lebih dalam segalanya, aku ga mau jabatan, bukan karena ga punya ambisi, aku mau pantas, aku mau orang yang memohon aku untuk "duduk" disitu, karena aku pantas dan berhak, karena pengetahuan dan kecerdasan bukan karena koneksi. Yang selalu ada di otak aku adalah "aku sama cerdasnya dengan manusia paling cerdas karena aku manusia, yang membedakan hanya semangat dan kemauan untuk tau".
Aku benci kenapa diusia ke 28 ini aku masih sendiri, benci dan kesal karena ga ada yang mendekat, pertanyaannya apakah ada yang salah? Mungkin aku ga cantik, tapi aku cerdas dan mandiri, aku punya kualitas yang baik sebagai perempuan, kecantikan bisa pudar dan hilang, manusia jadi tua, kulit yang kencang jadi keriput, badan yang seksi jadi bungkuk. Mungkin aku ga sedap dipandang, ga secantik artis sinetron atah sexy kayak model, tapi aku jamin aku bisa menjaga diri aku sebagai perempuan, aku bisa menjaga diri dari fitnah, aku bisa menjaga pandangan, dan aku berusaha sekuat tenaga untuk menjadi lebih baik, tidak cukupkah?
Kenapa laki-laki disekitar aku cuma cari yang cantik, cuma cari yang mudah didekati, bukankah pertanyaan besar dikala ada perempuan yang begitu mudah dirayu dan senang dirayu, adakah salahnya ketika aku bersikap jual mahal? Apakah salah ketika aku menahan senyum dan memalingkan pandangan ketika ada laki-laki yang kuanggap menarik, dan apakah salah ketika aku menyatakan suka kepada laki-laki tanpa pernah menghabiskan waktu bersama?
Aku nyatakan rasa itu karena aku ga suka terus menebak, bila menolak pun tak masalah asal dinyatakan, bukankah aku berhak atas jawaban? Bila menerima pun jangan berharap aku menyerahkan diri dan bisa diperlakukan sesuka hati, aku hanya berusaha memudahkan dan meringankan hati, jangan anggap aku gampangan, aku terlalu mahal.
Karena itu aku benci dia, benci dengan penolakan diam yang dia kasih, benci dengan sikap pura-pura tidak tahunya, aku terlalu berharga untuk diperlakukan sehina itu, terlalu berharga untuk diperlakukan bagai benda mati yang ga butuh jawaban. Aku benci, dan kuharap rasa sakit hati dan penghinaan ini dihargai Tuhan, aku mau tunjukkin ke dia aku terlalu berharga untuk diinjak dengan sikap diam, aku mau dia liat betapa bersinarnya perempuan yang dia tolak ini, aku mau lebih sukses dari dia dalam segalanya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar